Larutan
Sampai di sini, yang telah dibahas adalah, cairan satu komponen, yakni
cairan murni. Fasa cair yang berupa sistem dua atau multi komponen, yakni larutan
juga sangat penting. Larutan terdiri atas cairan yang melarutkan zat (pelarut)
dan zat yang larut di dalamnya (zat terlarut). Pelarut tidak harus
cairan, tetapi dapat berupa padatan atau gas asal dapat melarutkan zat lain.
Sistem semacam ini disebut sistem dispersi. Untuk sistem dispersi, zat
yang berfungsi seperti pelarut disebut medium pendispersi, sementara zat
yang berperan seperti zat terlarut disebut dengan zat terdispersi
(dispersoid).
Baik pada larutan ataupun sistem dispersi, zat terlarut dapat berupa
padatan, cairan atau gas. Bahkan bila zat terlarut adalah cairan, tidak ada
kesulitan dalam membedakan peran pelarut dan zat terlarut bila kuantitas zat
terlarut lebih kecul dari pelarut. Namun, bila kuantitas zat terlarut dan
pelarut, sukar untuk memutuskan manakah pelarut mana zat terlarut. Dalam kasus
yang terakhir ini, Anda dapat sebut komponen 1, komponen 2, dst.
a. Konsentrasi
Konsentrasi larutan didefinisikan dengan salah satu dari ungkapan
berikut:
Ungkapan konsentrasi
- persen massa (%) =(massa zat terlarut/ massa larutan) x 100
- molaritas (konsentrasi molar) (mol dm-3) =(mol zat terlarut)/(liter larutan)
- molalitas (mol kg-1) =(mol zat teralrut)/(kg pelarut)
Contoh soal
Hitung jumlah perak nitrat AgNO3 yang diperlukan untuk
membuat 0,500 dm3 larutan 0,150 mol.dm-3, asumsikan massa
molar AgNO3 adalah 170 g mol-1.
Jawab
Bila jumlah perak nitrat yang diperlukan x g, x = [170 g mol-1
x 0,500 (dm3) x 0,150 (mol dm-3)]/[1 (dm3) x 1
(dm3)]
∴x = 12,8 mg.
b. Tekanan uap
Tekanan uap cairan adalah salah satu sifat penting larutan. Tekanan uap
larutan juga penting dan bermanfaat untuk mengidentifikasi larutan. Dalam hal
sistem biner, bila komponennya mirip ukuran molekul dan kepolarannya, misalnya
benzen dan toluen, tekanan uap larutan dapat diprediksi dari tekanan uap
komponennya. Hal ini karena sifat tekanan uap yang aditif. Bila larutan
komponen A dan komponen B dengan fraksi mol masing-masing adalah xA
dan xB berada dala kesetimbangan dengan fasa gasnya tekanan uap
masing-masing komponen sebanding dengan fraksi molnya dalam larutan. Tekanan
uap komponen A, pA,diungkapkan sebagai:
pA = pA0
xA … (7.2)
pA0 adalah tekanan uap cairan A murni pada suhu
yang sama. Hubungan yang mirip juga berlaku bagi tekanan uap B, pB.
Hubungan ini ditemukan oleh kimiawan Perancis Francois Marie Raoult (1830-1901)
dan disebut dengan hukum Raoult. Untuk larutan yang mengikuti hukum
Raoult, interaksi antara molekul individual kedua komponen sama dengan
interaksi antara molekul dalam tiap komponen. Larutan semacam ini disebut larutan
ideal. Gambar 7.6 menunjukkan tekanan uap larutan ideal sebagai fungsi
konsentrasi zat teralrut. Tekanan total campuran gas adalah jumlah pA
dan pB, masing-masing sesuai dengan hukum Raoult.
Gambar 7.6 Tekanan total dan
parsial larutan ideal.
Contoh soal 7.3
Tekanan uap cairan A dan B adalah 15 Torr dan 40 Torr pada 25°C.
tentukan tekanan uap larutan ideal yang terdiri atas 1 mol A dan 5 mol of B.
Jawab
pA = pA0 xA = 15 x (1/6) =
2,5 Torr
pB = pB0 xB = 40 x (5/6) =
33,3 Torr P = pA + pB = 35,8 Torr
c. Larutan ideal dan nyata
Sebagaimana juga perilaku gas nyata berbeda dengan perilaku gas ideal,
perilaku larutan nyata berebeda dengan perilaku larutan ideal, dengan kata lain
berbeda dari hukum Raoult. Gambar 7.7(a) menunjukkan kurva tekanan uap sistem
biner dua cairan yang cukup berbeda polaritasnya, aseton Me2CO dan
karbon disulfida CS2. Dalam hal ini, penyimpangan positif dari hukum
Raoult (tekanan uap lebih besar) diamati. Gambar 7.7(b) menunjukkan tekanan uap
sistem biner aseton dan khloroform CHCl3. Dalam kasus ini,
penyimpangan negatif dari hukum Raoult diamati. Garis putus-putus menunjukkan
perilaku larutan ideal. Peilaku larutan mendekati ideal bila fraksi mol
komponen mendekati 0 atau 1. Dengan menjauhnya fraksi mol dari 0 atau 1,
penyimpangan dari ideal menjadi lebih besar, dan kurva tekanan uap akan
mencapai minimum atau maksimum.
Gambar 7.7 Tekanan total dan
parsial larutan nyata (25°C).
Penyebab penyimpangan dari perilaku ideal sebagian besar disebabkan oleh
besarnya interaksi molekul. Bila pencampuran komponen A dan B menyebabkan
absorpsi kalor dari lingkungan (endoterm), interaksi molekul antara dua
komponen lebih kecil daripada pada masing-masing komponen, dan penyimpangan
positif dari hukum Raoult akan terjadi. Sebaliknya, bila pencampuran
menghasilkan kalor ke lingkungan (eksoterm), penyimpangan negatif akan terjadi.
Bila ikatan hidrogen terbentuk antara komponen A dan komponen B,
kecenderungan salah satu komponen untuk meninggalkan larutan (menguap)
diperlemah, dan penyimpangan negatif dari hukum Raoult akan diamati.
Kesimpulannya, penyebab penyimpangan dari hukum Raoult sama dengan penyebab
penyimpangan dari hukum gas ideal.
d. Kenaikan titik didih dan
penurunan titik beku
Bila dibandingkan tekanan uap larutan pada suhu yang sama lebih rendah
dari tekanan uap pelarutnya. Jadi, titik didih normal larutan, yakni suhu saat
fasa gas pelarut mencapai 1 atm, harus lebih tinggi daripada titik didih
pelarut. Fenomena ini disebut dengan kenaikan titik didih larutan.
Dengan menerapkan hukum Raoult pada larutan ideal, kita dapat memperoleh
hubungan berikut:
pA = pA0
xA = pA0 [nA /(nA + nB)]
…. (7.3)
(pA0- pA)/
pA0 = 1 – xA = xB … (7.4)
xA dan xB adalah fraksi mol, dan nA dan
nB adalah jumlah mol tiap komponen. Persamaan ini menunjukkan bahwa,
untuk larutan ideal dengan zat terlarut tidak mudah menguap, penurunan tekanan
uap sebanding dengan fraksi mol zat terlarut.
Untuk larutan encer, yakni nA + nB hampir sama
dengan nA, jumlah mol nB dan massa pada konsentrasi molal
mB diberikan dalam ungkapan.
xB = nB/(nA
+ nB) = nB/nA= nB/(1/MA)
= MAmB … (7.5)
MA adalah massa molar pelarut A. Untuk larutan encer,
penurunan tekanan uap sebanding dengan mB, massa konsentrasi molal
zat terlarut B.
Perbedaan titik didih larutan dan pelarut disebut dengan kenaikan titik
didih, Tb. Untuk larutan encer,
kenaikan titik didih sebanding dengan massa konsentrasi molal zat terlarut B.
Tb = Kb
mB … (7.6)
Tetapan kesebandingan Kb khas untuk setiap pelarut dan
disebut dengan kenaikan titik didih molal.
Hubungan yang mirip juga berlaku bila larutan ideal didinginkan sampai
membeku. Titik beku larutan lebih rendah dari titik beku pelarut. Perbedaan
antara titik beku larutan dan pelarut disebut penurunan titik beku, Tf. Untuk larutan encer
penurunan titik beku akan sebanding dengan konsentrasi molal zat terlarut mB
Tf = Kf
mB … (7.7)
Tetapan kesebandingannya Kb khas untuk tiap pelarut dan
disebut dengan penurunan titik beku molal.
Tabel 7.3 Kenaikan titik didih
dan penurunan titik beku molal.
pelarut
|
titik didih (°C)
|
Kb
|
pelarut
|
titik beku (°C)
|
Kf
|
CS2
|
46
|
2.40
|
H2O
|
0
|
1.86
|
aseton 55,9
|
1,69
|
benzen
|
5,1
|
5,07
|
|
benzen
|
79,8
|
2,54
|
asam asetat
|
16,3
|
3,9
|
H2O
|
100
|
0,51
|
kamfer
|
180
|
40
|
Di Tabel 7.3 beberapa nilai umum kenaikan titik didih dan penurunan
titik beku molal diberikan. Dengan menggunakan nilai ini dan persamaan 7.6 dan
7.7 dimungkinkan untuk menentukan massa molar zat terlarut yang belum
diketahui. Kini, penentuan massa molekul lebih mudah dilakukan dengan
spektrometer massa. Sebelum spektrometer massa digunakan dengan rutin, massa
molekul umumnya ditentukan dengan menggunakan kenaikan titik didih atau
penurunan titik beku. Untuk kedua metoda, derajat kesalahan tertentu tak terhindarkan,
dan keterampilan yang baik diperlukan agar didapatkan hasil yang akurat.
Contoh soal 7.4 Penentuan massa molekul dengan metoda penurunan titik
beku.
Larutan dalam air terdiri atas 100 g H2O dan 5,12 g zat A
(yang massa molekulnya tidak diketahui) membeku pada -0,280°C. Dengan
menggunakan data di Tabel 7.3, tentukan massa molar A.
Jawab
Massa molar A andaikan M. Dengan menggunakan persamaan 7.7, M dapat
ditentukan dengan
0,280 = Kf x (m/M) x (1/W) = 1,86 x (5,12/M) x (1/0,11)
∴ M = 340 g
mol-1.
e. Tekanan osmosis
Membran berpori yang dapat dilalui pelarut tetapi zat terlarut tidak
dapat melaluinya disebut dengan membran semipermeabel. Bila dua jenis larutan
dipisahkan denga membran semipermeabel, pelarut akan bergerak dari sisi
konsentrasi rendah ke sisi konsentrasi tinggi melalui membran. Fenomena ini
disebut osmosis. Membran sel adalah contoh khas membran semipermeabel. Membran
semipermeabel buatan juga tersedia.
Bila larutan dan pelarut dipisahkan membran semipermeabel, diperlukan
tekanan yang cukup besar agar pelarut bergerak dari larutan ke pelarut. Tekanan
ini disebut dengan tekanan osmosis. Tekanan osmosis larutan 22,4 dm3
pelarut dan 1 mol zat terlarut pada 0 °C adalah 1,1 x 105 N m-2.
Hubungan antara konsentrasi dan tekanan osmoisi diberikan oleh hukum
van’t Hoff’s.
πV = nRT … (7.8)
π adalah tekanan osmosis, V volume, T temperatur absolut, n jumlah zat
(mol) dan R gas. Anda dapat melihat kemiripan formal antara persamaan ini dan
persamaan keadaan gas. Sebagaimana kasus dalam persamaan gas, dimungkinkan
menentukan massa molekular zat terlarut dari hubungan ini.
Contoh soal 7.5 hukum van’t Hoff
Tekanan osmosis larutan 60,0 g zat A dalam 1,00 dm3 air
adalah 4,31 x 105 Nm–2. Tentukan massa molekul A.
Jawab
Dengan menggunakan hubungan πV = nRT
4,31 x 105 (N m-2) x 1,00 x 10-3 (m3)
= [60,0 (g) x 8,314 (J mol-1 K-1) x 298 (K)]/M (g mol–1)
∴ M = 345 (g
mol-1)
f. Viskositas
Gaya tarik menarik antarmolekul yang besar dalam cairan menghasilkan
viskositas yang tinggi. Koefisien viskositas didefinisikan sebagai hambatan
pada aliran cairan. Gas juga memiliki viskositas, tetapi nilainya sangat kecil.
Dalam kasus tertentu viskositas gas memiliki peran penting, misalnya dalam
peawat terbang.
Viskositas
- Viskositas cairan yang partikelnya besar dan berbentuk tak teratur lebih tinggo daripada yang partikelnya kecil dan bentuknya teratur.
- Semakin tinggi suhu cairan, semakin kecil viskositasnya.
Dua poin ini dapat dijelaskan dengan teori kinetik. Tumbukan antara
partikel yang berbentuk bola atau dekat dengan bentuk bola adalah tumbukan
elastik atau hampir elastik. Namun, tumbukan antara partikel yang bentuknya
tidak beraturan cenderung tidak elastik. Dalam tumbukan tidak elastik, sebagian
energi translasi diubah menjadi energi vibrasi, dan akibatnya partikel menjadi
lebih sukar bergerak dan cenderung berkoagulasi. Efek suhu mirip dengan efek
suhu pada gas.
Koefisien viskositas juga kadang secara singkat disebut dengan
viskositas dan diungkapkan dalam N s m-2 dalam satuan SI. Bila
sebuah bola berjari-jari r bergerak dalam cairan dengan viskositas ηdengan
kecepatan U, hambatan D terhadap bola tadi diungkapkan sebagai.
D = 6πhrU … (7.9)
Hubungan ini (hukum Stokes) ditemukan oleh fisikawan Inggris Gabriel
Stokes (1819-1903).
g. Tegangan permukaan
Tegangan permukaan juga merupakan sifat fisik yang berhubungan dengan
gaya antarmolekul dalam cairan dan didefinisikan sebagai hambatan peningkatan
luas permukaan cairan. Awalnya tegangan permukaan didefinisikan pada antarmuka
cairan dan gas. Namun, tegangan yang mirip juga ada pada antarmuka
cairan-cairan, atau padatan dan gas. Tegangan semacam ini secara umum disebut
dengan tegangan antarmuka. Tarikan antarmolekul dalam dua fas dan
tegangan permukaan di antarmuka antara dua jenis partikel ini akan menurun bila
tempeartur menurun. Tegangan antarmuka juga bergantung pada struktur zat yang
terlibat. Molekul dalam cairan ditarik oleh molekul di sekitarnya secara
homogen ke segala arah. Namun, molekul di permukaan hanya ditarik ke dalam oleh
molekul yang di dalam dan dengan demikian luas permukaan cenderung berkurang.
Inilah asal mula teori tegangan permukaan. Bentuk tetesan keringat maupun
tetesan merkuri adalah akibat adanya tegangan permukaan.
Cairan naik dalam kapiler, fenomena kapiler, juga merupakan fenomena
terkenal akibat adanya tegangan permukaan. Semakin besar tarikan antar molekul
cairan dan kapilernya, semakin besar daya basah cairan. Bila gaya gravitasi
pada cairan yang naik dan tarikan antara cairan dan dinding kapiler menjadi
berimbang, kenaikan akan terhenti. Tegangan permukaan γ diungkapkan sebagai.
γ = rhdg/2 …. (7.10)
h adalah tinggi kenaikan cairan, r radius kapiler dan g percepatan
gravitasi. Jadi, tegangan permukaan dapat ditentukan dengan percobaan.
Latihan
7.1 Perbandingan titik didih
Susunlah senyawa-senyawa berikut dalam urutan titik didihnya: C2H6,
NH3, F2
7.1 Jawab NH3 > C2H6 > F2
7.2 Diagram fasa
Gambar 7.8 adalah diagram fasa zat tertentu. Tunjukkan fasa zat yang ada
di daerah A, B, C dan H dan fasa yang ada di titik D, E, F dan G dan tunjukkan
titik mana yang menyatakan titik tripel, titik didih normal, titik beku normal,
dan titik kritis.
Gambar 7.8 Diagram fasa suatu
senyawa.
7.2 Jawab
A: padat, B: cair,C: uap (gas), D: padat + uap, E: padat+ cair
+uap,F: cair + uap, G:cair + uap, H: uap; titik tripel: E; G: titik beku
normal: titik pada kurva fasa cair-padat pada 1 atm, H: titik didih normal:
titik pada garis cair-gas pada 1 atm.
7.3 Konsentrasi larutan
Kerapatan asam sulfat encer (persen massa 12,00%) adalah 1,078 g cm-3
(25°C). Nyatakan kosentrasi larutan ini dalam molar, molal dan fraksi mol.
7.3 Jawab
Jumlah H2SO4 alam 100 g asam sulfat encer tersebut
adalah 12,00/98,08 = 0,1223 mol,dan jumlah airnya adalah 88,00/18,0 = 4,889
mol.
Jadi fraksi mol H2SO4 adalah 0,1223/(4,889+0,122)
= 0,0244.
Karena 88,00 g H2O melarutkan 0,1223 mol H2SO4,
jumlah mol H2SO4 yang larut dalam 1 kg H2O,
adalah 0,1223 mol x (1000 g kg–1)/(88,00 g) = 1,390 mol kg–1.
Jadi konsentrasi asam sulfat encer tersebut 1,390 m.
Jumlah H2SO4 yang terlarut dalam 1 dm3
asam sulfat encer (molar) adalah 0,1223 mol x (1078 g dm–3)/(100 g)
= 1,318 mol dm–3.
7.4 Hukum Raoult
Gliserin adalah cairan tidak mudah menguap. Larutan 164 g gliserin dan
338 cm3 H2O (kerapatan 0,992 g cm3) disimpan
pada 39,8°C. Pada suhu ini, tekanan uap air murni adalah 54,74 torr. Hitung
tekanan uap larutan ini.
7.4 Jawab
Jumlah gliserin adalah 1,78 mol dan H2O adalah 18,63 mol. p
= 54,74 x (18,63/(18,63+1,78)) = 54,74 x 0,913 =50,00 (Torr)
7.5 Kenaikan titik didih
Bila 0,358 g sulfur dilarutkan dalam 21,5 g CS2, titik
didihnya naik sebesar 0,151 K. Sarankan struktur sulfur dalam larutan.
7.5 Jawab
Massa sulfur = (2,40 K kg mol–1)(0,358/1000 kg)/(0,151
K)(21,5/1000 kg) = 0,264 kg mol-1 .
Karena 32 x 8 = 256 ≅ 264, sulfur
terlarut sebagai S8.
7.6 Tekanan osmosis
Tekanan osmosis larutan dalam air (100 cm3) yang mengandung
0,36 g polimer adalah 3,26 x 102 Pa pada 23°C.
(1) tentukan massa molekul polimer ini.
(2) apakah akan praktis menentukan massa molekul polimer ini dengan metoda penurunan titik beku atau kenaikan titik didih?
(2) apakah akan praktis menentukan massa molekul polimer ini dengan metoda penurunan titik beku atau kenaikan titik didih?
7.6 Jawab
(1)M =[(8,31 J mol-1 K -1) x (296 K)x(3,6 kg m-3)]/(3,26
x 102 Pa) = 2,7 kg mol-1 = 2,7 x 104 gmol–
.M = 2,7 x 104 .
(2) kenaikan titik didih larutan yang sama akan sebesar 0,693 x 10-4
K, dan penurunan titik bekunya adalah 2,48 x 10–4 K. Perubahan
temperatur yang sangat kecil ini sukar ditentukan dengan akurat. Kedua metoda
ini tidak praktis untuk menentukan massa molekul polimer.
7.7 Tegangan permukaan
Manakah dari pasangan dua zat berikut yang memiliki tegangan permukaan
lebih besar: C6H14 atau H2O?
7.7 Jawab
H2O. Tingginya tegangan permukaan air sudah sangat terkenal.
H2O. Tingginya tegangan permukaan air sudah sangat terkenal.
file ini diambil dari www.chem-is-try.org
klik disini
Categories:
0 komentar:
Posting Komentar